Kali ini saya ingin bercerita agak panjang tentang ujian
yang saya hadapi beberapa minggu yang lalu. Tepat pada tanggal 17 Agustus 2019
dimana semua orang merayakan kemerdekaan dengan berbagai macam lomba saya
merayakannya dengan ujian. Tulisan ini
akan saya buat agak detail karena saya betul-betul ingin berbagi pengalaman
mulai dari pre-, during, dan post-test. So, you might wanna grab some snacks
and enjoy reading :)
Alasan Memilih IELTS
Sejak masih di India saya memang selalu ingin merasakan tes
Bahasa Inggris yang beneran. Terakhir
saya mengikuti tes sekitar lima tahun yang lalu sebelum saya berangkat ke
India. Itupun hanya TOEFL ITP. Saya memilih IELTS ketimbang TOEFL IBT melalui
beberapa pertimbangan. Salah satunya adalah untuk IELTS biasanya dilakukan
dengan paper-based yang artinya kita
akan menuliskan jawaban pada kertas yang sudah disediakan dengan menggunakan
pensil (walaupun belum lama ini sudah ada computer-based
IELTS namun belum terlalu popular). Sedangkan untuk TOEFL IBT semua kegiatan
ujian dilakukan dengan computer. Saya adalah tipe yang lebih senang menulis
dengan tangan ketimbang megetik.
Pertimbangan terbesar memilih IELTS adalah speaking test nya. Untuk IELTS, saat
speaking session kita akan langsung berhadapan dan ‘ngobrol’ dengan penguji
sedangkan untuk TOEFL IBT kita akan ‘ngobrol’ dengan komputer. Saya pribadi
lebih senang diuji oleh penguji langsung karena jika ada pertanyaan yang
sekiranya kurang jelas saya bisa meminta penguji untuk mengelaborasi atau mengulangi
pertanyaan. Meminta penguji untuk mengulangi atau menjelaskan maksud pertanyaan
tidaklah masalah dan tidak akan mengurangi nilai. Terkait speaking test akan
saya jelaskan juga pada tulisan ini.
Mendaftar Ujian IELTS
Saya pribadi sebetulnya nyaris tidak percaya bisa
mendapatkan rezeki kesempatan dan materi untuk mengikuti ujian IELTS ini.
Awalnya saya berencana untuk ikut TOEFL ITP saja karena jauh lebih murah (Rp
550.00) dan toh saya niatnya mau kuliah di dalam negeri jadi kayaknya sayang
kalau kuliah di dalam negeri saja pake IELTS karena pake TOEFL ITP saja boleh.
Untuk biaya tes IELTS sendiri 2.9 juta rupiah. Jadi bisa dibayangkan sendiri
perbedaannya.
Ada dua lembaga resmi penyelenggara tes IELTS yaitu IDP dan
British Council. Saya
mulai membuka website IDP mencari jadwal ujian untuk wilayah Yogyakarta. Ternyata jadwal ujian untuk bulan Agustus sudah fully booked. Kemudian saya
membuka website British Council Indonesia dan Alhamdulillah masih ada kursi
kosong untuk ujian tanggal 17 Agustus. Awalnya saya agak bimbang mau ambil atau
tidak karena saya mendaftar pada tanggal 10 Agustus. Itu artinya saya hanya ada
waktu belajar satu minggu. Namun akhirnya
‘ah
sudahlah daftar dulu saja buat booking kursinya sebelum diambil orang’. Benar saja, setelah saya daftar,
kuota untuk ujian tanggal 17 Agustus habis. Deg. Batin saya ‘berarti aku
pendaftar terakhir dong’.
Untuk
pendaftaran ujian di British Council awalnya kita harus membuat akun di website
British Council dengan email aktif kita. Setelah itu kita akan diminta untuk
mengisi formulir yang cukup panjang. Salah satu hal yang membuat saya berani booking dulu kursi
ujian adalah setelah pendaftaran online kita diberi waktu maksimal tiga hari
untuk melakukan pembayaran. Jika lebih dari tiga hari kita tidak melakukan
pembayaran maka slot akan dirilis lagi. Selama tiga hari itu benar-benar
saya gunakan untuk berkontemplasi dan menimbang-nimbang jadi atau tidak jadi. Alhamdulillah
karena ada jalan dan ridha orang tua akhirnya pada hari ketiga bismillah saya lunasi
pembayaran dengan transfer melalui m-banking.
Bukti pembayaran kemudian saya submit di akun. Setelah 3 hari saya
mendapat email dari British Council Indonesia terkait jadwal dan lokasi ujian. Lokasi
ujian adalah di ballroom Hotel Harper. Ujian dilakukan dari jam 9 pagi sampai
jam 12. Sedangkan untuk jadwal speaking saya kebagian sehari setelah ujian yaitu
tanggal 18 Agustus jam 10 pagi.
Persiapan Ujian IELTS
Berhubung persiapan
hanya satu minggu, saya benar-benar gunakan untuk melatih skill kebahasaan yang
menurut saya kurang menguasai; listening
session. Secara umum sebetulnya saya tidak ada masalah atau kendala untuk listening ataupun British accent, yang membuat saya harus melatih
listening adalah karena saya bukan orang yang detail-oriented. Saya tipikal big-picture person, meaning saat membaca, mendengar, atau melihat
permasalahan cenderung melihatnya sebagai satu kesatuan ide utuh ketimbang
memperhatikan detail dan tetek bengeknya yang bisanya malah bikin rumit.
Sehingga saat listening, saya harus belajar untuk fokus dan memperhatian setiap kata yang saya dengar, yang mana
menurut saya itu cukup melelahkan karena selama 40 menit harus betul-betul
membuang segala distraksi dan fokus harus pada listening saja.
Hal pertama yang saya lakukan untuk persiapan adalah membeli
buku. Niatan saya saat itu adalah membeli buku IELTS Cambrige, namun ternyata
sangat sulit mendapat buku itu. Entah kenapa. Hampir semua buku latihan IELTS
yang saya temui adalah terbitan Indonesia dimana listening practice nya orang
Indonesia. Setelah mengunjungi beberapa toko buku akhirnya saya mendapatkan
modul IELTS terbitan Barron. Saya kurang tahu apakah modul Barron bagus untuk
IELTS karena sependek yang saya baca Barron lebih recommended untuk TOEFL. Tapi
ya sudah lah ya sudah kepepet kok. Lol.
Saya menargetkan untuk menyelsaikan semua listening practice
pada buku selama tiga hari. Selama tiga hari itu, pagi, siang, dan malam hanya
saya gunakan untuk latihan listening. Tiga hari selanjutnya saya gunakan untuk
latihan reading dan writing.
Latihan reading saya gunakan untuk memperbanyak skimming
bacaan. Sangat tidak disarankan untuk membaca setiap kata pada ujian reading
karena waktu kita hanya akan habis untuk membaca.
D-day IELTS Test
Ujian dimulai pagi hari pukul 9 hingga 12 siang sehingga
sangat dianjurkan untuk sarapan terlebih dahulu. Saya siap-siap lebih pagi agar
bisa santai ngeteh atau ngopi dulu dirumah untuk menenangkan pikiran supaya
santai di perjalanan dan tidak grogi. Saya sampai di ballroom Hotel Harper
pukul 7.30 dan ternyata sudah cukup banyak yang hadir dan menunggu di waiting
room. Saya lihat ke kanan kiri dan agak ciut ketika banyak peserta ujian yang
masih belajar dan membaca di momen last minutes tersebut.
Saya sebetulnya agak khawatir dengan diri saya sendiri saat
itu karena sejak satu minggu hingga D-day ujian saya merasa santai. Sejujurnya
saya ingin merasa sedikit grogi dan sedikit khawatir demi untuk memacu semangat
belajar. Saya sudah berusaha memunculkan perasaan tersebut dengan mengingat-ingat
betapa mahalnya ujian ini. Namun perasaan pasrah dan mindset ‘jalani aja lah’ lebih mendominasi. Tes ini
memang sangat dadakan buat saya apalagi saya masih dalam momen menikmati
istirahat dirumah setelah lima tahun di India kuliah dan bekerja dan baru
pulang bulan Juli kemarin. Intinya saya masih males mikir.
Saya
ngobrol dengan beberapa peserta. Ada yang sudah mendaftar ujian sejak dua bulan
yang lalu, ada yang sudah beberapa kali ikut tes IELTS, ada juga yang sampai
jadi musafir dari Jawa Tengah ke Jogja demi ikut ujian IELTS. Ada juga yang
sudah kursus IELTS sampai ke Pare. Di momen tersebut saya merasa usaha
saya gak ada apa-apanya dibandingkan peserta lainnya. Disitulah saya mulai
grogi.
Sebelum masuk ke ruang ujian semua peserta wajib melakukan
daftar ulang dengan menunjukkan ID card yang digunakan untuk mendaftar online.
Saat daftar ulang kita juga akan diminta untuk pemindaian sidik jadi dan foto.
Setelah selesai daftar ulang setip peserta akan diantar oleh pengawas ujian
menuju tempat duduk. Segala
macam elektronik termasuk jam tangan harus disimpan dalam tas dalam kondisi
non-aktif. Semua tas akan dikumpulkan di tempat yang sudah disediakan. Hanya ID
card yang boleh dibawa bersama peserta selama ujian. Perlengkapan menulis
seperti pensil dan penghapus sudah disediakan diatas meja. Bahkan air
minum botol juga sudah disediakan di meja masing-masing.
Listening Section – Terdapat empat bagian dan 40 butir
pertanyaan pada sesi ini. Bagian pertama adalah dialog sederhana antara dua
orang dengan topic kehidupan sehari-hari. Bagian kedua adalah monolog dengan
topik kehidupan sehari-hari. Saya betul-betul tidak ingat dengan topik
listening untuk sesi pertama dan kedua. Untuk bagian ketiga adalah percakapan
oleh dua orang atau lebih dengan topic yang berkaitan dengan akademik. Saya
mendapatkan topic tentang dua orang mahasiswa yang sedang membahas
langkah-langkah dalam melakukan penelitian. Sesi terakhir adalah monolog yang
berkaitan dengan topic akademik. Saya
mendapat topic tentang salah satu tumbuhan Indonesia, tidak disebutkan nama
Indonesianya, hanya disebutkan nama ilmiahnya saja. Jawaban biasanya hanya
berupa huruf, angka, atau frasa yang tidak lebih dari tiga kata. Sesi ini
memakan waktu sekitar 30 menit. Setelah itu kita diberi waktu tambahan 10 menit
untuk memindahkan jawaban dari boklet pertanyaan ke lembar jawab. Itu yang saya
suka dari paper-based, bisa corat coret kertas soal nya :D
Kendala saya saat sesi ini adalah speaker atau sound system
yang menurut saya kurang jernih. Ketika berlatih dirumah saya merasa tidak ada
kendala dan bisa mengerjakan semua listening practice hanya dengan mendengarkan
rekaman dari handphone. Namun di ruang ujian ada beberapa speaker yang cukup
besar yang menyebabkan suara akan cenderung memantul ke tembok dan menggema.
Reading Section – saya
tak menyangka sesi ini akan lebih melelahkan dari pada sesi listening. Semua
bacaan pada reading practice di buku Barron tak sepanjang saat tes sunguhan.
Bahkan panjang bacaan saat tes beneran bisa sampai 2x panjang bacaan di buku
latihan hiks L.
Pantas saja kok saat latihan satu teks bisa saya selesaikan kurang dari lima
menit.
Sesi ini memakan waktu sekitar 60 menit. Kedengarannya cukup
banyak waktu yang diberikan namun prakteknya saya merasa itu sangat pendek.
Sumber bacaan yang diambil biasanya dari buku, koran, atau jurnal dengan topic yang
agak berat atau ilmiah namun masih memungkinkan dipahami oleh kalangan umum. Ada
3 teks bacaan dengan total pertanyaan 40 butir. Sangat disarankan untuk
menyelsaikan satu teks dan pertanyaannya selama 20 menit. Dalam 20 menit, 10
menit usahakan untuk membaca dan sisa 10 menit untuk menjawab pertanyaan yang
jumlahnya sekitar 10-13 butir. Tingkat kesulitan bacaan akan semakin meningkat
jadi betul-betul saya patuhi saran tersebut. Selesai tidak selesai kalau sudah
habis 20 menit saya akan langsung pindah ke bacaan selanjutnya. Jangan berfikir
untuk ‘mencuri’ waktu di 20 menit kedua untuk menyelesaikan bacaan pertama
karena nantinya akan membuat kita semakin keteteran.
Tips dari saya untuk sesi ini adalah kuasai teknik membaca cepat (skimming dan
scanning). Saya pribadi merasa beruntung karena selama di India selalu
menggunakan teknik ini untuk belajar persiapan ujian. Karena teknik ini lebih
bertujuan untuk memahami gagasan pokok teks dalam waktu singkat, sehingga
sangat mungkin sekali kita melewatkan detail penting pada bacaan. Hal tersebut
saya antisipasi dengan menggaris bawahi dengan cepat frasa atau kata penting. Menggaris bawahi frasa atau kata sangat membantu saat menjawab
pertanyaan agar kita perlu membaca kembali bacaan. Kita tidak perlu lagi
membaca sebuah paragraph dari awal hanya untuk mencari detail. Cukup lihat saja
frasa atau kata yang bergaris bawah. Tidak masalah jika boklet kita penuh
dengan garis bawah. Hal tersebut masih tetap lebih praktikal dari pada kita
kebingungan dimana letak jawaban yang kita cari dengan membaca lagi paragraph
atau bacaan dari awal.Saya sangat menghindari membaca ulang paragraph apalagi
teks agar setelah selesai membaca kita tinggal fokus menjawab dan sesekali
menilik detail yang sudah saya garis bawahi. Sangat membantu juga untuk membaca
pertanyaan sebelum membaca teks.
Strategi ini saya pikirkan dan lakukan setelah saya
menyadari pada bacaan pertama bahwa 10 menit tidak cukup untuk membaca teks
sepanjang 1.5 nyaris 2 halaman A4 dengan spasi 1. Sesi ini pun menjadi sesi
paling sulit buat saya karena saya berekspektasi bahwa bacaan yang akan
disuguhkan akan mirip seperti yang saya pelajari di buku latihan. Dimana di buku Barron saya bisa
selesai membaca dan menjawab pertanyaan 10-15 menit.
Saya merasa lelah setelah mengerjakan reading section. Ada waktu
istirahat tidak lebih dari 10 menit yang bisa digunakan untuk minum atau ke
toilet. Saya gunakan waktu tersebut untuk minum dan tepar di meja setelah satu
jam mata menegang XD
Writing Section – belum
tuntas penat pengawas ujian sudah membagikan lagi booklet dan lembar jawab
untuk writing test. Ada 2 butir soal dan
waktu yang diberikan adalah 60 menit. Disarankan untuk mengerjakan writing test
bagian pertama selama 20 menit dan bagian kedua 40 menit. Bobot soal bagian kedua 2x lebih besar dari
bobot soal pertama.
Bagian pertama adalah mendeskripsikan sebuah tabel tentang
besaran pendapatan masyarakat Inggris berdasarkan usia dan tingkat pendidikan. Bagian
kedua adalah menulis teks argumentative dengan topik food packaging di
supermarket.
Tantangan saya pada sesi ini adalah lagi-lagi karena selama
kuliah di India saya sudah tebiasa menulis jawaban hingga 25 halaman. Jadi saat
tes IELTS saya harus lebih berfokus pada bagaimana menulis topic yang sangat
umum tidak lebih dari 2 atau 3 halaman. Fokus saya saat ujian menulis adalah
membuat tulisan yang isinya padat dengan kosa kata yang lebih variatif dan
fancy serta sesedikit mungkin pengulangan kata.
Namun ya bagaimana lagi yak, insting menulis
berlembar-lembar selalu membara ketika melihat soal esai. Dan saya sama sekali
tidak berlatih untuk writing karena menurut saya writing dan speaking itu
kakak-adek. Keduanya harus dilatih dan dibiasakan dan prosesnya tidak sebentar.
Jadi saya pikir kalau mau latihan writing dan speaking dadakan ya itu tidak
akan terlalu membantu saat ujian. Alhasil karena tidak latihan writing, saya
satu-satunya peserta yang minta additional answer sheet saat writing section.
Itu bukan menyombongkan diri, tapi justru karena saya kurang terlatih membuat
tulisan yang padat. Bukan berarti tulisan saya ngelantur atau out of topic yang
membuatnya menjadi panjang, tapi saat menulis entah kenapa saya cenderung
sangat detail.
Speaking Section – saya
kebagian jadwal sesi speaking di hari selanjutnya. Ujian speaking pukul 9.30
dan saya sudah harus ada di waiting room 30 menit sebelumnya. Saya satu-satunya
peserta di waiting room. Saya pikir saya peserta terakhir namun ternyata setiap
peserta memang mendapat jam speaking test berbeda disesuaikan dengan
gilirannya. Hal tersebut untuk menghindari keramaian saat ujian berlangsung.
Setelah peserta di dalam ruang ujian keluar, pengawas ujian
memanggil nama saya dan mempersilakan masuk. Saya disambut oleh seorang penguji
yang sangat ramah. Penguji adalah seorang bapak asli Inggris yang usianya
sekitar 40-45 tahun. Kami sempat
bercanda diawal sebelum tes dimulai dengan beliau agar saya lebih santai dan
rileks. Walaupun prakteknya tetap saja saya grogi :D
Sesi ini
berlangsung selama 15-20 menit. Pertama saya diminta untuk
memperkenalkan diri dan beliau menanyakan pertanyaan seputar diri saya seperti ‘Where are you from?’ , ‘What do you do? Are you studying or doing
job?’, dsb. Beliau sempat menanyakan tentang jurusan kuliah saya dan
bagaimana cara saya belajar agar sukses dalam studi. Setelah itu beliau sempat
menanyakan ketertarikan saya untuk mengikuti kursus fotografi.
Sesi selanjutnya adalah saya diberi sebuah buku yang berisi topik
yang harus saya sampaikan. Saya mendapat topic tentang cara menjaga kesehatan. Penguji
memberi saya kertas dan pensil untuk membuat outline penjelasan yang akan saya
sampaikan. Saya diberi waktu satu menit untuk membuat coret-coretan topic tersebut.
Setelah itu saya dipersilahkan untuk berbicara selama 2 menit dan menyampaikan
apa yang sudah saya rangkum. Salah satu yang saya senang dari ujian speking
IELTS adalah, ketika saya sudah kehabisan ide untuk berbicara, penguji biasanya
akan memancing dengan pertanyaan yang membuat saya langsung kepikiran bahan
pembicaraan baru. Misalnya ketika saya menjelaskan tentang cara menjaga
kesehatan setelah 1.5 menit saya diam sejenak karena kehabisan ide, penguji
lalu bertanya ‘What about drinking water?
Do you think it will help?’ batin saya langsung ‘oh iya kenapa gak
kepikiran wkwkwk’. Langsung saya menjelaskan bahwa minum air sangatlah penting
dan saya sempat menjelaskan beberapa manfaat minum air.
Pasca Ujian IELTS
Hasil ujian bisa dilihat setelah dua minggu di web dengan
memasukkan ID card number, candidate number, date of birth, dan date of exam. Sedangkan
untuk sertifikat akan dikirimkan ke alamat masing-masing. Sedikit yang pernah
saya baca kalau hasil ujian kita dibawah 5 maka kita hanya mendapatkan surat
keterangan. Namun jika diatas 5 kita akan mendapatkan sertifikat. CMIIW.
Sejak awal saya sudah realistis dan sadar bahwa IELTS adalah
ujian serius yang belajarnya tidak bisa dibuat bercandaan atau dadakan. Saya pun
tidak menyangka saya mendapatkan kesempatan untuk ‘mencicipi’ ujian mahal ini
satu minggu sebelum D-day. Cita-cita saya adalah mengikuti ujian IELTS dengan persiapan
yang matang yaitu dengan belajar maksimal, mengikuti ujian simulasi IELTS,
kursus IELTS, dsb. Tidak pernah terpikir
untuk ikut ujian IELTS sesegera ini karena awalnya saya memang mau ikut TOEFL
ITP.
Benar saja setelah dua minggu tepatnya tanggal 30 Agustus hasil ujian sudah bisa dilihat online. Alhamdulillah saya mendapat skor 6.5 cukup lah kalau mau daftar UGM (Mohon doa dari teman-teman). Sedangkan untuk sertifikat saya terima dirumah pada tanggal 4 Agustus.
Semoga tulisan ini bermanfaat.
Tabik,
Rahma S